GutHub Project;Mempertahankan Tradisi Fermentasi Rumah Tangga

Fermentasi merupakan salah satu metode pengolahan makanan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan. Fermentasi dengan menggunakan mikroba telah mulai dilakukan dari jaman neolitikum yang merubah gula menjadi asam – asam organik, alkohol, maupun gas. Reaksi tersebut menghasilkan berbagai produk diseluruh dunia seperti kimchi, yoghurt, kecap, kefir, dan lain sebagainya.

Dewasa ini berbagai produk pangan telah distandarisasi dan dikomersialisasi secara massal yang berdampak terhadap variabilitas pangan yang tersedia. Seiring dengan perkembangan jaman dan berbagai isu di masa mendatang berbagai metode dilakukan untuk menjaga peradaban manusia tetap sustain seperti IoT (Internet of Things), sistem smart city, dan lainnya.  Namun berbagai perspektif keberlanjutan pangan dalam skala kota atau wilayah seperti smart city yang banyak berkembang kurang memperhatikan potensi dari DIY (do-it-yourselffood dan lebih tersentralisasi.  Sentralisasi penyediaan makanan bertujuan untuk menghilangkan berbagai risiko dari DIY food yang dianggap tidak teratur.

 

 

smart-cities-e1470645813580-600x250

Fermentasi tidak hanya dilakukan oleh produsen massal  namun juga dilakukan oleh rumah tangga. Pada fermentasi rumah tangga tidak ada standar, acuan, maupun best practice yang berlaku. Metode dan jumlah bahan yang digunakan bisa berbeda – beda antar keluarga, suku, maupun komunitas. Tanpa pengetahuan dasar yang jelas, terdapat risiko tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan akibat perlakuan yang salah. Sehingga dibutuhkan suatu komunitas yang dapat memback – up baik pengetahuan maupun sumber daya (starter mikroba, dll) utamanya dalam masyarakat urban untuk kembali melakukan fermentasi secara swadaya. Contoh komunitas semacam ini ialah PečemPecen.cz dan GutHub Project di Singapura.

GutHub Project merupakan suatu project yang bertujuan untuk membentuk komunitas yang memetakan dan menyediakan starter bagi para peminat fermentasi dan membantu troubleshooting pada proses fermentasi. Project ini terinspirasi oleh project git-hub lain yang berhubungan dengan makanan. Git-hub ialah suatu project untuk membangun suatu program atau sistem bersama – sama untuk menyelesaikan berbagai masalah. Project GutHub dilakukan dengan menghubungkan proses pembuatan makanan secara tradisional dengan iptek melalui platform online seperti Facebook dan offline seperti sharing berbagai alat / hardware berbasis open source (OSHW).  Komunitas juga mengadakan workshop dan meetups bagi para anggotanya.

Guthub strater map

Starter yang terkumpul kemudian diidentifikasi dan dikelompokan berdasarkan nama starter, karakteristik (lazy, wild, hungry, dll), kemiripan / kesamaan spesies, kondisi optimum, negara asal, dan data – data lainnya.  Untuk melindungi privasi dari para anggota, alamat tempat starter dapat diperoleh pada peta hanya berupa aproksimasi sedangkan pertemuan diatur melalui kontak pribadi antar anggota. Selain penyediaan starter dan troubleshooting, Komunitas GutHub juga merancang dan membangun inkubator dengan bahan – bahan yang mudah didapatkan seperti box styrofoam. Inkubator didesain dengan detektor cahaya dan panas open source yang dikontrol dengan mikrokontroler arduino. Selain itu juga dirancang berbagai fitur lain seperti kontrol pH, agitasi, dan lain – lain yang semua bahannya mudah didapatkan dan affordable.

Komunitas – komunitas tersebut mendukung orang untuk kembali melakukan fermentasi. Pendekatan ini juga berbeda dengan pendekatan smart city lain dengan melibatkan  penduduk lokal dalam pangan keberlanjutan di wilayah masing – masing dengan memanfaatkan tekologi seadanya yang mereka miliki. Indonesia memiliki berbagai macam produk fermentasi seperti tempe, tapai, rusip, tuak, dan lain – lain namun jarang ada masyarakat urban yang mempraktikannya di rumah. Dengan keberhasilan berbagai komunitas seperti  PečemPecen.cz dan GutHub Project ; Bagaimana dengan di Indonesia ??

Rujukan

PečemPecen.cz

GutHub Project

https://github.com/foodguthub

Enriching Urban Spaces with Ambient Computing, the Internet of Things, and Smart City Design klik disini

 

Food Pairing : Perbedaan Budaya Barat dan Timur Ditinjau dari Senyawa Flavor

Sajian umumnya diproses dengan mengkombinasikan berbagai bahan hingga kemudian disajikan dan dikonsumsi. Namun bagaimana suatu bahan dapat dikombinasikan dengan bahan lainnya sehingga menghasilkan sensasi rasa dan aroma yang dapat diterima. Hal ini menimbulkan berbagai hipotesis apakah terdapat suatu pola sehingga berbagai bahan dapat dikombinasikan secara bersamaan. Pada repository resep online seperti panduan resep cookpad diketahui terdapat jutaan jenis kombinasi makanan yang telah diciptakan manusia. Namun dengan tingkat keragaman bahan makanan di dunia yang tinggi diperkirakan sebenarnya kombinasi jumlah sajian yang dapat terbentuk akan dapat melebihi ribuan triliun resep.

xlarge_0ad2bf80db2f7e678da518faf7906ec3

Sejak lama terdapat suatu teori yakni bila sebuah bahan memiliki banyak kesamaan senyawa flavor dengan  bahan lainnya maka kedua bahan tersebut cocok dikombinasikan.  Teori ini telah mendorong berbagai inovasi dibidang kulineri dengan menggabungkan bahan – bahan yang memiliki kesamaan flavor seperti cokelat dengan caviar yang sama – sama memiliki trimethylamin dan senyawa flavor lainnya.  Namun apakah teori ini mutlak berlaku ? Apakah pola food – pairing di barat akan sama dengan di belahan dunia lain seperti Asia ?

Untuk menjawab pertanyaan diatas dilakukan penelitian oleh Ahn, et.al. (2011) sebagaimana dipublikasikan dalam Jurnal Nature melakukan penelitian dengan mengumpulkan profil dari 381 bahan makanan yang digunakan didunia dan 1021 senyawa flavor yang terkandung dalam bahan pangan. Bahan – bahan yang terkumpul kemudian dihubungkan satu sama lain berdasarkan banyaknya persamaan senyawa flavor.  Kemudian dikumpulkan sebanyak 56.498 resep makanan yang terdapat di dunia yang dikumpulkan dari dua repository resep amerika epicurious.com and allrecipes.com . Untuk menyeimbangkan presepsi barat digunakan juga repositori korea menupan.com. Resep makanan kemudian dikelompokan kedalam makanan Amerika Utara, Eropa Barat, Eropa Selatan, Amerika Latin, dan Asia Timur. Penelitian dengan data yang sedemikian besar dimunginkan dengan penerapan gastronomi komputasional.

flavor compound

Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis bahan yang memiliki banyak kesamaan flavor akan cocok dikombinasikan benar dilihat dari perspektif barat dimana sajian Amerika Utara dan Eropa Barat menggabungkan bahan bahan yang memiliki kesamaan flavor seperti tomat, keju parmesan, dan bahan lainnya. Namun sebaliknya makanan di Asia Timur dan Eropa Selatan menggabungkan bahan – bahan dengan kandungan senyawa flavor yang berbeda. Sebagai contoh bawang putih dan minyak wijen banyak digunakan bersama dalam sajian Asia Timur. Selain itu penelitian ini juga menunjukan makanan Amerika Utara didominasi oleh produk – produk susu, telur, dan gandum sedangkan sajian Asia Timur bergantung pada berbagai produk nabati seperti kecap, minyak wijen, beras, jahe, dan lain – lain.

Perbedaan ini dapat dijelaskan dimana food pairing tidak hanya semata – mata ditentukan oleh senyawa flavor namun juga aspek – aspek lain seperti  kandungan nutrisi bahan, ketersediaan, dan bahkan faktor – faktor lain seperti aktivitas antimikroba.  Penelitian sejenis ini dapat menggambarkan bagaimana teknologi informasi dalam hal ini data mining, penyusunan database,  dan pengolahan data dapat memberikan insight dan mengembangkan disiplin ilmu lain seperti biologi, teknologi pangan dan bahkan ilmu sosial.

Bacaan Lebih Lanjut:

Flavor network and the principles of food ->  Klik disini

Ketika Komputer “Memasak” dengan Menu Berbagai Budaya

Pernahkah anda memakan makanan yang disajikan oleh komputer ?Hal tersebut telah mungkin terjadi sebagaimana Chef Watson (Super komputer) yang dikembangkan oleh IBM telah menyajikan makanan melalui food truck-nya selama beberapa tahun terakhir dalam event SXSW di Austin. Makanan dan memasak merupakan bagian sentral dalam kehidupan manusia. Seiring zaman pola konsumsi berubah mulai dari masa berburu dan mengumpulkan makanan yang berlangsung 4 juta tahun yang lalu dilajutkan dengan masa bercocok tanam dan masa industri sejak tahun 1800-an. Teknologi Pangan juga berkembang seiring dengan berkembangnya berbagai disiplin ilmu lain seperti biologi, kimia, nutrisi, sensori, mikrobiologi, material science dan bahkan computer science yang akhirnya turut membentuk pola konsumsi masyarakat.

crf3_127_f1

Perkembangan teknologi informasi khususnya dalam hal data mining dan database membuka peluang baru dalam pemanfaatan data yang dikenal sebagai computational creativity yang penerapannya sudah diaplikasikan dalam berbagai bidang mulai dari biologi hingga seni dan musik.  Dalam hal kulineri pemanfaatan teknologi komputasi dikenal sebagai computational gastronomy .

3027446-inline-i-1-ibms-watson-food-truck-brings-the-supercomputer-to-the-kitchen

Salah satu bentuk proyek computational gastornomy ialah Chef Watson yang dikembangkan oleh IBM. Chef Watson mampu memadukan bahan – bahan yang tersedia berdasarkan kecocokan sensorinya dan menciptakan menu baru. Beberapa hasil karya dari Chef Watson ialah Turkish Bruschetta yakni bruschetta yang merupakan sajian Italia yang diberi sentuhan Turki.  Menu lain yang diciptakan ialah Swiss- Thai Asparagus Quische serta berbagai resep kombinasi lainnya. Kumpulan resep ini telah dibukukan menjadi buku resep dengan resep yang kesemuannya merupakan hasil dari kreativitas komputasional. Buku berjudul “Cognitive Cooking with Chef Watson” telah dirilis pada April 2015 .

Computational gastronomy

Prinsip kerja dari Chef Watson ialah memadukan berbagai bahan berdasarkan database yang disusun yang mencakup berbagai informasi seperti karakteristik bahan, nilai gizi, senyawa flavor, cara pengolahan, dan presepsi sensoris. Data – data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber tersedia seperti USDA National Nutrient Database, Volatile Compounds in Food database, dan Wikia recipe repository. Data – data tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan resep makanan yang diinginkan. Sebagaimana dalam ilustrasi gambar berikut dimana dicari kombinasi masakan yang memadukan tiram, daging sapi suwir, whiskey, dan jus lemon dengan gaya penyajian melayu,

IBM Chef watson

Teknologi ini  menunjukan algoritma yang digunakan dapat secara otomatis maupun semi otomatis merancang resep yang flavorful dan dapat dikembangkan untuk merancang pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan berdasarkan data yang dikumpulkan. Teknologi ini juga dapat dimanfaatkan oleh para praktisi kulineri dalam memadukan bahan dan menelusuri resep baru. Chef Watson dapat diakses melalui https://www.ibmchefwatson.com/